Posted: July 18, 2022
“Saya mengajak semua orang untuk merenungkan tentang kasih yang Yesus telah bagikan dan bagaimana kita dapat membagikan kasih yang sama di komunitas kita,” kata pendeta Yeanny Moestikasari Soeryo, direktur Balai Karya Berkat, sebuah pusat rehabilitasi bagi orang berkebutuhan khusus di Semarang, Indonesia . Dengan merenungkan pertanyaan ini, seperti visi shalom yang sederhana namun agung yang tertulis dalam Lukas 7:22 telah membawa Pendeta Yeanny ke kehidupan pelayanan, baik di dalam maupun di luar gereja.
Setelah hampir 30 tahun melayani sebagai pendeta, Pendeta Yeanny, yang memulai masuk dalam pelayanan dan mulai mendengar panggilan dari Firman Tuhan pada usia 24 tahun. Saat dia membaca tentang meja perjamuan dalam Lukas 7:22 dan perintah untuk hidup sama seperti Yesus hidup yang tertulis dalam 1 Yohanes 2:6, dia melihat banyak orang dengan kebutuhan khusus yang kurang dapat perhatian di gerejanya.
Sekitar tahun 2012, mimpinya untuk ingin memberikan pelatihan ketrampilan bagi orang-orang berkebutuhan khusus disampaikannya ke jemaat gereja dimana Pendeta Yeanny melayani. Sejak saat itu, Jemaat GKMI Semarang mulai memberikan banyak donasi – tidak hanya uang, tetapi juga tanah.
Pada tahun 2013, setelah bekerja dengan beberapa anggota dari komunitas, pembicaraan dari mulut ke mulut, dan mulailah mengumpulkan peserta pelatihan. Pendeta Yeanny membuat tempat pelatihan permanen bagi anggota Balai Karya Berkat untuk dapat belajar membatik, menjahit, pijat, reparasi sepeda motor, merangkai bunga, salon, rias, pertukangan kayu dan bisnis online.
yu dan bisnis online. Sejak didirikan, lebih dari 100 orang telah dilatih di Balai Karya Berkat. Mereka memperoleh keterampilan profesional yang memungkinkan mereka dapat menopang kehidupan ekonomi mereka secara berkelanjutan.
Saat mengunjungi Indonesia pada tahun 2017, Liesa Unger, pimpinan staf internasional event MWC, bertemu dengan Pendeta Yeanny dan keduanya mulai berinisiatif untuk mengembangkan produk yang dibuat Balai Karya Berkat untuk dapat dipakai bagi peserta Temu Raya, yaitu: tas jinjing hasil kerajinan tangan dengan sentuhan batik.
Pada tahun 2019, Pendeta Yeanny mempresentasikan prototipe pertama tas tersebut. Akhirnya Panitia Temu Raya memutuskan untuk memesan 10.000 tas. Sejak itu, para peserta di balai latihan tersebut terus bekerja dengan rajin untuk menyelesaikan salah satu pesanan terbesar dalam sejarah mereka, saat ini mereka telah berhasil menyelesaikan lebih dari 700 tas dan berharap dapat menyelesaikan sisanya sebelum Temu Raya pada awal bulan Juli.
“Ketika Yesus datang ke dunia, Dia mengasihi semua orang. Kita semua diciptakan dalam satu gambar, jadi kita perlu memperlakukan setiap orang sebagai layaknya anak-anak Tuhan,” kata Pendeta Yeanny. “Ketika orang membawa tas MWC di tangan mereka, maka mereka akan mengingat siapa orang yang membuat tas tersebut, dan bahwa mereka juga dicintai oleh Tuhan.”
Setiap peserta Temu Raya on-site akan menerima tas dan juga disertakan informasi tentang cara memesan tas suvenir tersebut.
Join the Conversation on Social Media
FacebookTwitterInstagramFlickrYouTube